CIREBON- Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Dr Mudzakkir SH MH menganggap terjadi kekhilafan hakim terhadap peradilan anak Saka Tatal yang dituduhkan melanggar Pasal 340 KUHPidana.
“Menurut ahli, dari awal proses penyidikan sudah salah. Karena itu melibatkan anak. Kalau kemudian anak diproses seperti hukum dewasa terkait dengan Pasal 340, ahli berpendapat, tidak tepat dan itu bagian dari kekhilafan hakim dan kekeliruan dalam proses penuntutan," jelas Mudzakkir saat menjadi saksi ahli di PN Cirebon, kemarin.
Pria kelahiran 7 April 1957 itu menegaskan prinsip tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus tunduk pada hukum peradilan anak. Seharusnya, anak diproses dalam kapasitas sebagai anak dan melalui pasal-pasal yang mengatur mengenai anak.
“Tidak bisa digeser menjadi pasal KUHP, harus diutamakan itu pelakunya anak," jelas Mudzakkir, menjawab pertanyaan tim PH Saka Tatal terkait tindak pidana anak dan pelakunya adalah anak Saka Tatal, sedangkan yang dituduhkan berhubungan dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana.
BACA JUGA:Kematian Vina dan Eky, Jaksa Tetap Yakin Pembunuhan
Saksi ahli yang lahir di Ngawi itu bilang, sejak proses penyidikan sudah terjadi unprosedural. Anak pada peradilan anak, imbuhnya, sebagian di antaranya boleh dilakukan mediasi atau damai. "Meskipun itu kejahatan berat," tukasnya.
Ahli menyayangkan peradilan anak dalam kasus anak Saka Tatal didahulukan dibanding 7 terdakwa lain yang telah dewasa. Yang kemudian disimpulkan sebagai pembunuhan berencana. Dokumen pembuktian itu, kata Ahli, kemudian dipakai terpidana lain yang telah dewasa tersebut. “Itu yang bisa menjadi jebakan pembuktian seperti batman," ucap Mudzakkir.
Jika PK Saka Tatal dikabulkan dan terbukti tidak ada pembunuhan berencana tapi kecelakaan lalu lintas tunggal, katanya, akan merontokkan bukti-bukti terhadap 7 terpidana yang saat ini mendekam di jeruji dengan vonis seumur hidup. Tujuh terpidana itu, imbuhnya, otomatis harus dibebaskan.
“Dari awal seharusnya, kekuatan (bukti penyebab kematian) cuma (korban Vina-Eky) itu menjadi alat bukti atau bukan, yang memutuskan kedokteran forensik," terangnya.
BACA JUGA:Kata Hakim Usai Sidang PK Saka Tatal: Bebas Berbuat, tapi Ada Hisab setelah Kematian
Masih pada kesempatan yang sama, Mudzakkir menegaskan bahwa saksi yang mencabut dan memperbarui keterangan sebelumnya yang dibuat karena ada unsur paksaan fisik/non fisik harus diberi penghargaan.
Sebab, sambungnya, saksi memiliki keberanian dan berkata jujur demi tegaknya keadilan. “Harus diberi penghargaan saksi yang berani mencabut keterangannya itu," katanya.
Peristiwa Vina-Eky, saksi Dede dan Liga Akbar, termasuk Teguh, telah mencabut keterangannya. Teguh dan Liga Akbar telah mencabut di persidangan PK Saka Tatal. Keduanya datang sebagai saksi fakta yang dihadirkan PH.
Mencabut keterangan saksi, termasuk saat bersaksi dalam persidangan dan disumpah, kata ahli, dibolehkan. Asalkan pencabutan itu dilakukan di tingkat yang sama yaitu pengadilan. “Kalau pada saat itu memberikan keterangan dengan cara dipaksa secara fisik atau non fisik bisa dicabut. Asal bisa dibuktikan," terang Mudzakkir.
BACA JUGA:CIMB Niaga Kembangkan Produk Berbasis Digital