BACA JUGA:Gerindra Panaskan Mesin Partai Jelang Pilbup Cirebon 2024
Hajar juga menyerang iblis dengan lontaran batu ketika iblis mencoba untuk merusak imannya agar menolak keputusan Ibrahim menyembelih Ismail atas perintah Allah. Lontaran batu ini juga menjadi ibadah melontar jumrah dalam ibadah haji.
Hal ini menunjukkan, Hajar melindungi fisik dan ruhaniyah anaknya. Ia menjadi pendidik pertama dan laksana madrasah bagi anak. Ia juga menampilkan diri sebagai sosok istri yang patuh kepada suami dan taat kepada Allah. Meski berat menerima keputusan Ibrahim untuk taat kepada perintah-Nya agar menyembelih anak semata wayangnya.
Demi kepatuhan kepada suami dan ketaatan kepada -Nya, ia rela tanpa bantahan. Sikap ini seharusnya diteladani oleh setiap istri, taat kepada suami selama itu tidak bertentangan dengan ketaatan kepada-Nya.
Saat Nabi Ibrahim ingin kembali ke Syam, Siti Hajar menyusulnya dari belakang seraya berkata, “Wahai Ibrahim, ke mana engkau akan pergi. Engkau pergi tinggalkan kami di tempat yang tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada seorang pun yang dapat kami manfaatkan?”
BACA JUGA:Asdullah Pimpin IKA UPI Komisariat Kabupaten Cirebon
Hajar mengulang-ulang pertanyaan tersebut. Namun, Nabi Ibrahim AS tidak sedikit pun menoleh. Siti Hajar bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkan ini?” Nabi Ibrahim menjawab, “Ya.” Hajar lantas berkata, “Kalau begitu janganlah engkau merasa sulit untuk meninggalkan kami di sini.”
Setelah berjalan agak jauh, Nabi Ibrahim AS menengok ke belakang, namun sudah tidak terlihat lagi anak dan istrinya. Kemudian Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya ke Baitullah, dan dengan berlinang air mata ia berdoa.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14]: 37).
Anak Teladan
BACA JUGA:Padahal tak Terima Uang, Tersangka AM Dianggap Lalai Karena sebagai PPK Proyek Revitalisasi Pataraksa
Nabi Ismail AS sebagai seorang anak yang dengan kesalehannya mampu menguatkan ayahnya, Nabi Ibrahim AS. Ia tidak membantah, justru malah menguatkan hati ayahnya agar tabah dalam menjalankan perintah Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ash-Shaffat [37]: 102).
Kesalehan Nabi Ismail menjadi inspirasi bagi generasi muda. Seorang pemuda harus siap berkorban untuk berbakti kepada orangtuanya (birrul walidain), dan tidak menyakitinya (uququl walidain). Waktu, pikiran, tenaga, dan jiwa ia korbankan demi bakti kepada orangtuanya, sehingga orangtua bangga memiliki anak saleh sepertinya. Namun, kepatuhan kepada orangtua tidak boleh bertentangan dengan perintah-Nya.
Anak harus bangga melihat orangtuanya taat kepada Allah. Meski harus mengorbankan hal yang dicintainya di dunia. Karena itu, seorang anak perlu memberi dukungan dan semangat kepada orangtuanya agar tetap konsisten menegakkan kebenaran.
BACA JUGA:Ini Kata Ketua DPD PDI P Jabar Soal Mundurnya Ayu
Ketaatan dan kesalehan anak akan memberikan energi positif kepada orangtua. Kepatuhan, ketaatan, pengorbanan, dan inspirasi menjadi kata kunci dari keberhasilan Nabi Ibrahim AS dalam mendidik anaknya, Nabi Ismail AS.
Jika setiap keluarga di negeri ini mau meneladani keluarga Nabi Ibrahim AS maka akan dapat memperkokoh ketahanan keluarga dan kekokohan bangsa sehingga menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga. (*)