Oleh: Ratna Ningsih
HARI Guru sudah berlalu, namun pertanyaan masihkah guru digugu lan ditiru tidak mengenal waktu, akan terus dipertanyakan. Selaras dengan pekerjaan guru yang tidak mengenal waktu, bukan begitu?
Pandangan kepada guru beragam, bergantung pada konteks budaya dan sosial serta kondisi lingkungan masyarakat. Secara umum, masyarakat menghormati dan menghargai peran guru sebagai pembimbing dan pendidik, bahkan tidak jarang yang menilai bahwa guru sebagai fasilitator dan inspirator.
Masyarakat, terutama yang memiliki nilai-nilai tradisional yang kuat, guru masih dianggap sebagai sosok yang harus dihormati. Masyarakat tersebut melihat guru sebagai model yang patut ditiru juga digugu.
Tantangan-tantangan seperti perubahan nilai-nilai sosial atau pergeseran budaya dapat berdampak pada persepsi, penilaian, dan cara pandang terhadap guru.
BACA JUGA:Korupsi Penyakit Kronis di Indonesia
Tingkat pendidikan serta kesadaran masyarakat juga dapat mempengaruhi dalam menilai guru. Masyarakat yang sangat menghargai pendidikan tinggi dan memahami pentingnya peran guru, guru cenderung mendapatkan lebih banyak penghargaan.
Pandangan terhadap guru dapat mempengaruhi oleh beberapa tantangan dan tatanan dalam sistem pendidikan, seperti kurangnya sumber daya, masalah disiplin, atau perubahan kurikulum dari tahun ke tahun.
Kemajuan teknologi dan akses mudah ke informasi dapat mempengaruhi cara masyarakat melihat dan memandang guru. Siswa dan orang tua yang lebih terbuka untuk mencari informasi secara mandiri bagaimana seorang guru mampu berdiri di atas kaki-kaki kokohnya sendiri atau guru hanya sebagai wujud nama saja tanpa asa, yang kosong tanpa penghargaan.
Keterlibatan guru dalam kegiatan sosial dan masyarakat dapat memperkuat atau merusak citra guru. Seorang guru yang aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan-kegiatan sosial, atau tanda kutip “sering kelihatan dan muncul” akan mendapatkan penghargaan dan perhatian lebih besar, daripada guru yang hanya terlihat berseragam di dalam kelas, lalu ucul saat tidak mengajar, pulang, istirahat di rumah, lupa bersosialisasi dengan tetangga, besoknya berangkat ke sekolah, dan begitu seterusnya.
BACA JUGA:Terapkan Sistem Merit pada Manajemen ASN, Bupati Nina Diganjar Anugerah Meritokrasi
“Digugu dan ditiru” memperlihatkan kaitan dan kedekatan yang terjalin erat layaknya benang merah yang tidak tampak antara guru dan siswa. Jalinan benang merah melepas jarak dan batas kelas.
Guru, dalam perspektif ini, dianggap sebagai pemimpin intelektual dan moral yang memberikan arah bagi perkembangan dan kemajuan siswa.
Kedekatan emosional guru, siswa, juga orang tua siswa menggambarkan “sistem kekerabatan tanpa jalinan dan pertalian darah”.
Pada sudut pandang ini masyarakat yang memandang guru dengan penuh penghormatan meyakini bahwa guru bukan hanya sekadar penyampai informasi, tetapi juga penanam nilai-nilai etika dan moral.
BACA JUGA:Safari Pembangunan, Bupati Imron Kunjungi Sejumlah Proyek Fisik