CIREBON - Untuk menurunkan angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPPAPPKB) Kota Cirebon membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak.
Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak ini tersebar di seluruh kecamatan di Kota Cirebon.
"Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Cirebon cukup memprihatinkan, sehingga perlu adanya perhatian lebih dalam penanganan dan pendampingan," kata Kepala DPPPAPPKB Kota Cirebon Suwarso Budi Winarno AP MSi.
BACA JUGA:Siraman Rohani, Warga Binaan Lapas Cirebon Dengarkan Khotbah
Kata dia, banyak kasus yang dialami oleh anak-anak dan perempuan.
Oleh karena itu, kami ingin mengajak seluruh pihak terkait untuk bekerja sama. Ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan peran orang tua, guru, dan lingkungan untuk mendukung.
Tugas satgas ini, sambung dia adalah akan berkoordinasi dan berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan pemetaan terkait persoalan tersebut, sehingga tim tidak salah langkah dalam bertindak.
BACA JUGA:Dalam Penanganan Bencana Kekeringan, Dinsos Lebih Fokus pada Pascabencana
Budi juga menyebutkan bahwa ada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, seperti sosialisasi three end, kota layak anak, konvensi hak anak, parenting, dan pemberdayaan perempuan.
”Selain itu, kami juga mengadakan pelatihan pendampingan korban, edukasi pengarusutamaan gender. Namun, yang paling utama adalah memperkuat jejaring atau kolaborasi, koordinasi, dan sinergi antar para pihak terkait,” tambahnya.
Budi mengakui bahwa sejak awal tahun 2024, sudah ada delapan kasus yang masuk dan sedang dalam penanganan dan pendampingan.
BACA JUGA:Dianggap Salah Penempatan, 111 P3K Ngadu ke Gedung DPRD Majalengka
Korban kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak, dengan pelaku yang berasal dari orang terdekat, guru, dan teman sebaya.
”Proses pendampingan dan penanganan masih berlangsung, dengan kerjasama dari stakeholder yang ada. Namun, yang terpenting adalah pendampingan, karena dampak psikologis bagi korban dapat menyebabkan trauma,” paparnya.
Dia memberikan contoh salah satu kasus yang sedang dalam pendampingan, di mana seorang guru SD yang belum menikah melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya.