Padahal, itu bertentangan dengan UU Pers Pasal 15 Ayat 2 Huruf C tentang salah satu tugas Dewan Pers. Pasal itu menyebutkan, Dewan Pers memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
BACA JUGA:Pj Bupati Cirebon Ditantang Jadikan Cirebon Sebagai Daerah Percontohan PPDB 2024
Fikri menambahkan, RUU Penyiaran tidak hanya berdampak kepada komunitas pers, tetapi juga publik. Apalagi, pers merupakan salah satu pilar dalam demokrasi. “Jika penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi dilarang sama saja menghalangi hak publik mendapatkan informasi yang benar dan mendalam,” ujarnya.
Di sisi lainnya, lanjut Fikri, UU Penyiaran juga dapat berdampak pada pengguna media digital, seperti influencer yang kritis. Pemerintah atau pihak tertentu bisa saja mengancam warganet yang menyiarkan konten bermuatan kritik dengan dalih mencemarkan nama baik.
BACA JUGA:Resmi Jadi Pj Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya Diingatkan soal Netralitas Jelang Pilkada
Oleh karena itu, IJTI Cirebon Raya dan anggota AJI Kota Bandung di Cirebon menyatakan sikap, antara lain menolak dan mendesak agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
Kemudian, meminta DPR agar mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak, termasuk melibatkan organisasi jurnalis, Dewan Pers, dan publik.
Ketiga, mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers dan hak berpendapat warga Indonesia di berbagai platform.
BACA JUGA:PLN Kembali Sukses Rampungkan Proyek Kelistrikan di Jawa Tengah
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mohammad Luthfi mendukung petisi penolakan RUU Penyiaran. Bahkan, Luthfi juga menandatangani petisi penolakan itu dan akan menyampaikan aspirasi jurnalis ke DPR RI.
“Kami mendukung penghapusan pasal yang multitafsir di RUU Penyiaran. Kami juga mendukung independensi media," ungkapnya.