Oleh: Asep Budi Setiawan
BOLEHLAH saya curhat ketika menghadapi staf yang “belang betong”, masuk kerja seperti kulit zebra. Aturan sudah jelas. Ada reward (hadiah) dan punishment (hukuman).
Sekali membaca regulasi berkaitan dengan disiplin pegawai sudah gampang dibuat simpulan. Maka saya berbagi tugas dengan sekretaris dan pejabat yang membidangi kepegawaian.
Buku “The Self-Aware Leader”, salah satu buku terbaik karya John C. Maxwell, saya buka lagi. Apakah yang saya lakukan berdasar. Segala sesuatu mesti dengan ilmunya.
Saya kerap menyodorkan sebuah adagium, “hade goreng, pingpinan mah pasti diomongkeun”. Itu sebuah risiko, dan terima saja dengan rileks.
BACA JUGA:Puasa dan Pendidikan Karakter
Satu hal yang sulit dilakukan – ketika berada pada posisi sebaliknya -- bagaimana saya bisa menjadi pendengar yang baik. Saya meyakini, tidak ada sebuah organisasi yang sukses tanpa pendengar yang baik.
Memiliki kemampuan mendengar pendapat dan masukan dari orang lain, dapat bermanfaat bagi seorang pemimpin. Saat saya mendengarkan, saya mendapat wawasan, pengetahuan, kebijaksanaan, dan rasa hormat dari orang lain.
Dengan demikian, jika ingin menjadi pemimpin yang efektif, setuju atau tidak “kayaknya” perlu menjadi pendengar yang baik. Masalahnya tidak semua orang mampu mendengarkan dengan baik. Sebab mendengarkan bukanlah gifted, melainkan sebuah kemampuan yang perlu dilatih.
Saya sering melihat seorang public speaker yang hebat, sekaligus memiliki kemampuan mendengar yang baik. Memang sering lupa kalau sudah berada di depan mic, selalu saja muncul inspirasi, dan “getek” untuk disampaikan.
BACA JUGA:Buka Dapur Takjil, Forkopimda Buat dan Bagikan Takjil dan Makanan Siap Saji
Saya tidak boleh egois. Mendengarkan adalah cara memahami orang lain. Saya sadar, sebelum mulai memimpin, saya harus terlebih dahulu mendengarkan orang lain.
Sebelum bermimpi untuk meraih kesuksesan sebagai pemimpin, saya harus memahami dengan mendengarkan agar orang lain turut merasa terkoneksi dengan kita.
Memang saya harus bisa menangkap apa yang tidak diungkapkan. Itu bisa jadi maksud yang sesungguhnya. Saya harus mendengar apa yang ingin mereka katakan, bukan mendengar apa yang ingin saya dengar.
Dari beberapa kasus, saya memanggil satu demi satu, saya minta bercerita. Bebas tanpa takut akan diberi sangsi karena bicara lugas. Apa sih sebenarnya yang ingin dia ungkapkan.