CIREBON - Rencana perubahan ruang terbuka hijau (RTH) Kawasan Bima menuai kritikan. Pemerhati pemerintahan, Dr Cecep Suhardiman SH MH menganggap usulan perubahan RTH Kawasan Bima ke Kemendagri ini merupakan pelanggaran dan tidak tepat sasaran.
Cecep membeberkan bahwa evaluasi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berlaku sampai dengan 2030, yang mana merupakan turunan dari UU RTRW. Dilakukan evaluasi secara bertingkat mulai dari evaluasi gubernur diwakili oleh tim yang dikoordinir oleh bappeda provinsi, kemudian dievaluasi oleh pemerintah pusat yang dilakukan oleh Kementerian PUPR Dirjen Tata Ruang.
BACA JUGA:Astra Tanam Pohon Bersama Presiden Jokowi
“Perlu diketahui pemenuhan RTH publik di Kota Cirebon itu baru mencapai 8 % dari kewajiban 20 %,” ungkapnya.
Cecep menyesalkan, RTH publik yang ada saat ini saja belum terpenuhi, malah RTH publik yang ada mau dilakukan perubahan. Otomatis akan mengurangi RTH publik yang ada.
“Ini jelas perbuatan melawan hukum,” tegasnya.
Ahli hukum yang juga dosen ini lalu membeberkan pasal 29 UU RTRW. Disebutkan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Di mana proporsi ruang terbuka hijau kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Sedangkan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20 % dari luas wilayah kota.
BACA JUGA:Perkuat Keandalan Sistem Listrik
Menurut Cecep, pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang; memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat.
"RTH publik meliputi taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai. Sedangkan ruang terbuka hijau privat meliputi kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan," paparnya.
BACA JUGA:Kata Megawati Ada Pemerintahan Orde Baru, Jokowi Enggan Berkomentar
Atas dasar pertimbangan itu, Cecep kembali menegaskan perubahan Perda RTRW tersebut sangat tidak beralasan dan tidak ada argumentasi hukum yang relevan.
“Justru menyalahi aturan. Jadi pemkot bukannya menenuhi RTH Publik untuk minimal mencapai 20 % malah menguranginya," sesalnya. (abd)