Saat itu, Dwiyanti tidak mengetahui sertifikat tersebut asli atau palsu. Ia tersadar saat hendak menjual ruko tersebut dan mendatangi kantor notaris kenalannya. Katanya, sertifikat tersebut milik orang lain, sementara sertifikat yang dipegang oleh Dwiyanti terindikasi palsu.
Dwiyanti langsung mengkonfirmasi ke Nurul. Tetapi, terdakwa mengaku kalau sertifikat tersebut asli. Dengan terpaksa, Dwiyanti pun melaporkan Nurul ke Polres Cirebon Kota (Ciko) atas tuduhan penipuan jual beli ruko.
Saat proses pendalaman di pihak kepolisian, akhirnya Nurul mengakuinya. “Setelah buka LP di polres (Polres Cirebon Kota, red) terdakwa mengakui sertifikat tersebut palsu, AJB juga," ujar Dwiyanti.
Dalam persidangan itu, dibahas juga surat pernyataan yang dibuat oleh Nurul yang akan membayarkan uang kepada pelapor. Bahkan, terdakwa juga bersedia dihukum bilamana tidak membayarkan uang tersebut. Dwiyanti pun menerima pernyataan itu dengan harapan terdakwa membayarkan semuanya.
BACA JUGA:Milk Bun, Roti Viral dari Thailand
“Terdakwa buat pernyataan, ya kami terima saja. Dan sudah membayarkan satu miliar rupiah. Tapi sisanya hanya janji saja, tidak direalisasi. Sehingga, kita minta ditindaklanjuti proses hukum," tandasnya.
Saksi kedua yang memberikan keterangan adalah Suhadi, suami dari Dwiyanti. Ia memberikan kesaksian, terkait transaksi jual beli yang dilakukan di rumahnya, di mana transaksi sebanyak 3 kali dengan per transaksi Rp1 miliar.
“Transaksi pembayaran uang di rumah saya, bahkan saya videokan. Waktu itu, saya percaya ke Nurul karena ada bahasa mau dikembalikan, dibeli lagi. Dia dekat dengan istri saya dan sangat meyakinkan," jelasnya.
Saksi terakhir dalam sidang tersebut, adalah dari BPN Kota Bekasi Wastu Wibowo. Kesaksikan pihak BPN terkiat kepemilikan ruko yang menjadi objek penipuan. Katanya, ruko tersebut bukan atas nama Dwiyanti yang saat ini menjadi pelapor.
BACA JUGA:Dorong Revisi Aturan Umrah Mandiri
Dalam sidang juga terungkap, ruko tersebut saat ini sudah dilelang oleh salah satu bank, dengan harga sekitar Rp4 miliar. Dalam kesempatan itu, majelis hakim juga memberikan pertanyaan, terkait keaslian sertifikat atas nama Dwiyanti yang menjadi bukti dalam kasus tersebut.
“Saya tidak bisa menyatakan sertifikat ini asli atau palsu. Tapi kalau misalkan menilai dari kasat mata, terindikasi ini palsu dari tanda tangan seperti print, secara penulisan menyerupai," kata Wastu Wibowo. (cep)