BACA JUGA:KPU Gelar Simulasi Pemungutan Suara
Sedangkan, untuk objek pajak berupa lahan produksi pangan dan peternakan, tarinya 0,07 persen.
Menanggapi hal ini, Ketua Pansus Raperda Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD) DPRD Kota Cirebon dr H Doddy Ariyanto MM mengungkapkan, untuk kenaikan PBB poin pentingnya adalah pengenaan besaran PBB yang dibebankan kepada wajib pajak.
Memperhatikan klusterisasi dan pemanfaatan objek pajak tersebut, apakah peruntukannya hanya sebagai kebutuhan dasar (rumah tinggal), hingga peruntukan sebagai tempat usaha dan industri besar.
Terkait data klusterisasi dan jenis pemanfaatannya, data para wajib pajak yang akan dikenakan tarif dan dibebankan kewajiban tagihan tersebut, yang menyusunnya adalah kewenangan Pemerintah Kota Cirebon.
BACA JUGA:Campus Expo di SMA Islam Al Azhar 5 Cirebon
“Yang jelas, kesepakatan kita di DPRD dengan pemkot pada waktu penyusunan raperda, poin pentingnya adalah memastikan agar masyarakat yang klusterisasinya tergolong masyarakat tidak mampu, supaya tidak tersentuh kenaikan sama sekali,” ujar politisi PPP ini.
Selain itu, sambung dia, sebetulnya di dalam regulasi Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang PDRD ini, diberikan ruang bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan atau keringanan, atas besaran tagihan PBB yang telah ditetapkan.
Menurutnya, kalaupun ada masyarakat yang merasa kaget ketika tagihan PBB di tahun 2024 ini mengalami kenaikan, Doddy memandang jika hal ini terkait waktu sosialisasinya yang tergolong cukup pendek.
Sebagai, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 yang menjadi landasan disusunnya Perda PDRD di Kota Cirebon ini, baru diterbitkan pemerintah di waktu sepertiga akhir tahun 2023.
BACA JUGA:Selly Kunjungi Sekolah Lapangan Program Peningkatan Kemampuan Keluarga
“Memang ruang sosialisasi waktunya pendek sehingga masyarakat yang mengalami kenaikan mengetahuinya seolah-olah mendadak. Karena PP 35 itu terbitnya sepertiga tahun terakhir 2023,
Sehingga sosialisasinya waktunya mepet,” ujarnya. (azs)