Komisi II DPRD Kota Cirebon menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Pemkot Cirebon dan para stakeholder yang bergerak di sektor pasar tradisional, pada Kamis (7/11).
Dalam RDP tersebut, Komisi II menerima aspirasi terkait berbagai persoalan yang dihadapi oleh pedagang pasar tradisional di Kota Cirebon, yang disampaikan melalui delegasi Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Cirebon.
Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, M. Handarujati Kalamullah, MAP, menjelaskan bahwa berdasarkan rincian persoalan yang disampaikan oleh APPSI terkait 10 pasar tradisional di Kota Cirebon, terdapat 13 poin yang perlu segera dicari solusinya secara bertahap.
Beberapa di antaranya adalah masalah Peraturan Walikota (Perwal) tentang retribusi pasar tradisional. Di mana tarif terbarunya yang sebesar Rp22 ribu untuk kios dan Rp9 ribu untuk los lempakan dirasakan sangat memberatkan para pedagang.
BACA JUGA:Jadi Kandidat Kuat di Pilkada Kuningan, Berikut Deretan Program Unggulan Yanuar-Udin
Meski demikian, PD Pasar Berintan dan pedagang di beberapa pasar tradisional telah sepakat untuk mengenakan tarif retribusi sebesar Rp10 ribu untuk kios dan Rp5 ribu untuk los lempakan, yang hanya mengalami kenaikan sebesar seribu rupiah dibandingkan tarif retribusi sebelumnya.
"Kesepakatan ini harus dapat menjadi bahan pertimbangan untuk merasionalisasi target retribusi dalam APBD, dan jika memungkinkan, Perwal ini juga perlu disesuaikan kembali dengan kondisi dan kemampuan yang ada," tegasnya.
Selain itu, terdapat juga persoalan mengenai toko modern. Sebelumnya, ada rencana untuk membahas Raperda tentang toko modern dan pasar rakyat, namun terkendala oleh peraturan RDTR. Saat ini, Kota Cirebon sudah memiliki Perwal RDTR, sehingga pembahasan Raperda tersebut dapat dilanjutkan kembali.
"Poin pentingnya adalah menyesuaikan aturan mengenai jarak pendirian toko modern dengan pasar tradisional, serta jam operasional toko modern. Kami juga akan meminta pendapat dan masukan langsung dari stakeholder, yaitu pihak APPSI, serta asosiasi toko modern atau perkumpulan mereka," ujarnya.
BACA JUGA:Debat Publik Efektif Takar Kemampuan Visi Misi Paslon
Selain itu, para pedagang juga mengeluhkan perlunya penataan pasar tradisional yang lebih baik, dengan memberikan nuansa yang nyaman, aman, dan bersih, sehingga dapat bersaing dengan toko modern. Pasar tradisional yang belum tertata dengan baik selama ini berdampak pada semakin berkurangnya jumlah pedagang pasar tradisional di Kota Cirebon. Dari yang sebelumnya mencapai sekitar 6 ribu pedagang, kini tinggal sekitar 2.500 pedagang.
Ada juga keinginan untuk penegasan status PPH Harjamukti, yang selama ini informasinya dikelola oleh koperasi. Hal ini menyebabkan PD Pasar dan Pemkot Cirebon belum dapat melakukan penataan dan perbaikan fasilitas yang diinginkan oleh para pedagang maupun pembeli.
"Jika itu benar dikelola oleh koperasi, kami akan menelusuri lebih lanjut perikatannya, termasuk hak dan kewajiban koperasi tersebut kepada Pemkot, serta kewajibannya dalam meningkatkan pelayanan dan kenyamanan bagi pedagang dan pembeli," tambahnya.
Selain itu, menurunnya omzet dan jumlah pedagang di pasar tradisional juga disebabkan oleh maraknya pasar tumpah yang berjualan di luar lokasi pasar tradisional yang resmi. Pasar tumpah ini biasanya berada di depan jalan pasar, di gang-gang, atau bahkan di belakang pasar.
BACA JUGA:Ratusan Surat Suara Rusak