Oleh: Ami Supriyanti*
STUNTING masih menjadi masalah di Indonesia. Kendati secara nasional angka stunting mulai menunjukkan penurunan tetapi kesenjangan masihlah tinggi.
Angka stunting masih berada di angka 24,1 persen pada bulan Februari tahun 2023. Masih terdapat 24 dari 100 anak balita di kabupaten ini mengalami stunting.
Penurunan angka stunting secara nasional dari tahun 2021 ke tahun 2022 baru mencapai 2,8 persen dari target 3,4 persen penurunan yang diharapkan setiap tahun agar sesuai dengan target angka stunting di tahun 2024.
BACA JUGA:Pimpinan Komisi DPRD Kuningan Terbentuk
Tersisa beberapa bulan lagi yang terlihat berat untuk dikejar. Sudah seharusnya anggaran milyaran betul–betul diprioritaskan untuk intervensi penanganan stunting.
Stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang menyebabkan kerdil pada anak. Tak sekadar itu, stunting juga mengakibatkan gangguan kognitif yang mengakibatkan gangguan belajar pada anak.
Usia 1 hingga 2 tahun merupakan masa kritis dimana pada masa ini optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi secara pesat.
Terdapat dua penyebab yaitu langsung dan tidak langsung terhadap kejadian stunting yaitu penyebab langsung akibat asupan gizi yang tidak memadai.
BACA JUGA:Profil Santri
Penyakit infeksi kronis yang dialami anak, serta penyebab tidak langsung yang meliputi pengetahuan Ibu dan keluarga yang rendah tentang pemberian ASI ekslusif dan MP-ASI.
Status ekonomi keluarga yang rendah dan mutu infrastruktur pendukung kesehatan yang tidak memadai.
Target angka stunting secara nasional berada pada angka 14 persen pada tahun 2024, tahun ini masih berada pada angka 21,6 persen. (kemkes.go.id).
Upaya atasi stunting dilakukan salah satunya dengan kecukupan gizi selama seribu hari pertama kehidupan bayi termasuk pada saat janin sehingga kondisi kesehatan calon Ibu juga menjadi prioritas untuk mencegah anak lahir dalam kondisi kurang gizi.
BACA JUGA:Peringati Hari Santri Nasional, Resolusi Jihad Digaungkan di Halaman Setda