Ratusan warga Dukuhmaja, Kecamatan Luragung tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tradisi turun temurun yang selalu digelar setiap Jumat pertama di bulan Mulud tersebut. Ritual tahunan warga Dukuhmaja kali ini dihadiri langsung Pj Bupati Kuningan Raden Iip Hidajat dan perjabat Muspika Luragung.
Agus Panther, Kuningan
Tradisi nyuguh ini diawali dengan mengarak dongdang berisi hasil bumi berbentuk gunungan menuju kompleks pemakaman Buyut Ratu Pakuan yang mempunyai nama asli Diah Pitaloka, merupakan salah satu putri Prabu Siliwangi. Tak hanya itu, nasi tumpeng dan 40 pincuk sesaji dengan menu khusus seperti bubur lempong, telur asin bulat dan ikan jaha semacam ikan asin kesukaan para prajurit Pajajaran dahulu turut dihadirkan dalam tradisi tersebut.
Dengan kawalan para pemuda yang didandani ala prajurit kerajaan lengkap dengan senjata tombak dan tameng, gunungan hasil bumi diarak dari alun-alun Desa Dukuhmaja menuju makam keramat Buyut Ratu Pakuan yang berjarak hampir 2 kilometer. Ritual Nyuguh pun diawali dengan melakukan ziarah dan tabur bunga di makam karuhun Luragung yaitu Eyang Suramanggala di Blok Dangdeur, dilanjutkan ke makam Buyut Ratu Pakuan Diah Pitaloka.
Kepala Desa Dukuhmaja Rasidin mengatakan, kegiatan tradisi Nyuguh ini merupakan ritual rutin tahunan warga Desa Dukuhmaja dalam rangka meneladani perjuangan dan jasa para leluhur pendiri wilayah Luragung. Dikatakan, banyak pesan yang disampaikan dari kegiatan tradisi tersebut terutama bagi para generasi muda salah satunya tentang hidup gotong royong, tolong menolong dan saling membantu.
BACA JUGA:Kaji Potensi Pariwisata Daerah, Disporapar Kuningan Gandeng Unpas dan UPI
"Kami ingin mengajak para generasi muda untuk melestarikan budaya yang sudah ada sejak zaman dulu, agar jangan sampai tergerus oleh budaya asing. Banyak nilai positif yang dapat diambil dari kegiatan ini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya tentang gotong royong," jelas Rasidin.
Tradisi Nyuguh ini merupakan agenda tahunan masyarakat Luragung yang digelar setiap Jumat pertama di bulan Mulud. Ini sesuai titah karuhun Luragung Eyang Suramanggala untuk mengenang Putri Diah Pitaloka yang dimakamkan di desa tersebut.
Adapun Eyang Suramanggala merupakan pengawal putri Prabu Siliwangi, Diah Pitaloka yang meninggal dunia dalam perang Bubat melawan pasukan Majapahit dan jasadnya dikuburkan di Desa Dukuhdalem. Sementara sesaji yang berjumlah 40 pincuk, kata Rasidin, dipersembahkan untuk para prajurit utusan Kerajaan Pajajaran yang pada zaman dahulu diperintahkan oleh Prabu Siliwangi untuk menjemput Eyang Suramanggala namun gagal dan memutuskan menetap di Luragung.
"Sebenarnya ada 41 prajurit yang diperintahkan menjemput Eyang Suramanggala kembali ke Kerajaan Pajajaran. Namun karena Eyang Suramanggala menolak dan berkat kesaktiannya para prajurit tersebut kalah dan 40 prajurit di antaranya memutuskan tetap tinggal di Luragung dan menjadi pengikutnya. sampai akhirnya konon kabarnya para prajurit tersebut berubah wujud menjadi harimau putih. Hanya satu prajurit yang kembali ke kerajaan untuk melaporkan perihal yang terjadi di Luragung ke Raja Pajajaran," papar dia.
BACA JUGA:Pemilik Air Baku Raup Untung
Ritual Hajat Bumi Nyuguh pun ditutup dengan pembagian gunungan hasil bumi untuk warga Desa Dukuhdalem yang hadir di komplek pemakaman keramat Buyut Ratu Pakuan.
Pj Bupati Kuningan Raden Iip Hidajat mengapresiasi masih terselenggaranya tradisi Hajat Bumi di Desa Dukuhdalem ini sebagai salah satu kearifan lokal yang mengandung nilai dan pesan moral yang positif kepada masyarakat.
"Hajat Bumi ini menjadi wujud syukur kita atas limpahan rahmat, berkah, dan rezeki dari Allah Ta’ala. Selain mengingat untuk berbagi, momen ini juga menjadi pengingat untuk lebih menjaga, peduli, dan melestarikan lingkungan. Bumi adalah perantara rezeki kita, melalui hasil panen, tanah yang subur, lingkungan yang nyaman dan tentram, sehingga perlu terus kita syukuri dan jaga bersama,” sebut Iip. (*)