Jejak Kemerdekaan Indonesia di Cirebon: Proklamasi Dibacakan 15 Agustus 1945

Tepat di tengah persimpangan Jalan Siliwangi dan Jalan Kartini Kota Cirebon berdiri Tugu Pensil, tempat dibacakannya Proklamasi pada 15 Agustus 1945.-khoirul anwarudin-radar cirebon

CIREBON- Persimpangan Jalan Siliwangi dan Jalan Kartini, Kota Cirebon, menjadi lokasi bersejarah bagi masyarakat Cirebon.

Bagaimana tidak, sebelum Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia di Jakarta pada 17 Agustus 1945, di lokasi itu Proklamasi kemerdekaan sudah dibacakan lebih dulu oleh sejumlah tokoh pejuang.

Bagi masyarakat Cirebon, tanggal 15 Agustus merupakan tanggal yang sangat bersejarah. Sebab, sebelum bangsa Indonesia melalui Soekarno-Hatta menyatakan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, masyarakat Cirebon telah lebih dulu menyatakannya.

Nah, sebagai pengingat akan terjadinya peristiwa bersejarah tersebut, tepat di tengah persimpangan Jalan Siliwangi dan Jalan Kartini Kota Cirebon berdiri sebuah tugu. Tugu yang dikenal dengan Tugu Pensil itu dibangun pada 17 Agustus 1946, setahun setelah Indonesia merdeka.

BACA JUGA:Nivea Hijab Run Sukses Diikuti Ratusan Peserta

Adalah Bung Sjahrir (Sutan Syahrir), seorang tokoh pejuang bawah tanah yang selalu memantau setiap pergerakan situasi peperangan tentara Jepang melalui siaran radio. Saat itu, menjelang berakhirnya Perang Dunia II, Jepang semakin terdesak. Mereka mengalami kekalahan demi kekalahan di pos pertempuran di Pasifik dan Asia Tenggara. Puncaknya, saat tentara sekutu menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Jepang Luluh lantak.

Berdasarkan catatan pegiat sejarah Cirebon, Mustaqim Asteja, disebutkan bahwa Syahrir memiliki peran penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Cirebon. Bung Sjahrir merupakan tokoh pejuang bawah tanah yang selalu memperhatikan perkembangan Perang Dunia dengan cara sembunyi-sembunyi mendengarkan berita dari stasiun radio luar negeri.

Saat itu, semua radio tidak bisa menangkap berita luar negeri karena disegel oleh pemerintah pendudukan Jepang. Namun, informasi kekalahan tersebut berhasil tercium oleh beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Sutan Sjahrir. Sjahrir kemudian menyiapkan gerakannya untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

“Pihak Jepang berusaha menutupi berita kekalahan tersebut. Namun, berita tersebut akhirnya bocor ke beberapa tokoh, seperti Sutan Sjahrir,” ungkap Mustaqim.

BACA JUGA:AHM Best Student 2024 Tantang Kreativitas Anak Muda di Jabar

Ketika Sjahrir mendengar berita siaran radio bahwa Jepang hampir kalah, dia ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Sutan Sjahrir segera menemui Soekarno meminta untuk segera memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia saat itu juga. Tapi permintaan tersebut ditolak Soekarno. Penolakan itu membuat Sutan Sjahrir kecewa.

Selanjutnya pada 15 Agustus 1945 setelah jam 5 sore, Sutan Sjahrir segera memerintahkan kepada para pemuda agar mempercepat persiapan demonstrasi. Mahasiswa dan pemuda yang bekerja di kantor berita Domei (kantor berita Jepang) secepatnya melaksanakan instruksi tersebut. Namun, Sutan Sjahrir memahami gelagat Soekarno yang tidak sepenuh hati menyiapkan Proklamasi.

PPKI sebagai badan bentukan Jepang yang bertugas menyiapkan kemerdekaan, tidak menunjukkan aktivitasnya akan berhenti bekerja. Sikap tim Soekarno dan Mohammad Hatta tersebut mengecewakan para pemuda yang sepakat dengan gagasan Bung Syahrir. Sebab, sikap itu beresiko terhadap kemerdekaan RI merupakan produk buatan Jepang.

Sutan Sjahrir akhirnya meminta dr Soedarsono yang kala itu menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Kesambi atau yang sekarang menjadi RSD Gunung Jati, untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia di Alun-Alun Kejaksan Kota Cirebon. Kemudian, para pemuda di Cirebon hari itu tanggal 15 Agustus 1945, di bawah pimpinan dr Soedarsono, mengumumkan Proklamasi versi mereka sendiri.

Tag
Share