Soenoto Hari Ini, Rizal Jumat
Ilustrasi-ist-RADAR CIREBON
Sikap teguh Pj Walikota Agus Mulyadi yang enggan merevisi kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan alasan dampaknya terhadap APBD 2024, membuat massa akan kembali turun ke jalan.
Tokoh Masyarakat, Ir Soenoto, menjelaskan bahwa eksekutif akan diundang legislatif pada Senin, tanggal 10 Juni 2024 (hari ini).
“Kami sudah memberitahu kepolisian bahwa tanggal 10 Juni 2024 akan ada kunjungan ke sini (depan balaikota) dengan jumlah massa yang lebih besar. Jika terjadi apa-apa, jangan salahkan kami. Oleh karena itu, mohon dibahas dan dikaji lagi agar eksekutif dapat mencabut kenaikan tarif PBB,” katanya.
Soenoto menegaskan bahwa sebagai wajib pajak, sadar akan kewajiban membayar pajak kepada negara. Namun eksekutif dan legislatif harus mampu merasakan rakyat dengan kondisi ekonomi yang terpuruk pasca pandemi ini sangatlah penting.
“Kami, sebagai orang tua, menekankan bahwa anda saat ini menduduki jabatan, tapi besok lusa akan kembali menjadi rakyat dan merasakan denyut nadi rakyat,” ujarnya.
Soenoto bahkan menyampaikan Yurisprudensi dari sebuah kota, yakni di Solo, yang dengan tegas mencabut kenaikan pajak dan membatalkannya di tahun 2024.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak legislatif untuk mendesak eksekutif membatalkan kenaikan tarif PBB dengan alasan kondisi rakyat yang memprihatinkan.
“Yurisprudensi di Solo menegaskan ada kesepakatan antara dewan dan pemkot bahwa kenaikan PBB bisa maksimum 100 persen, bisa 50 persen, bisa 30 persen, bisa 20 persen, bahkan bisa nol persen, tapi rakyat ingin tarif PBB tidak naik,” tegasnya.
Soenoto mengungkapkan bahwa pada pertemuan antara ketua DPRD bersama Pj Walikota di Lawangabang, Pj Walikota menjanjikan bahwa tanggal 7 Juli akan memberikan hadiah yang menyenangkan, tetapi jika hadiah tersebut tidak menyenangkan, maka itu adalah sampah.
“Kami datang tidak lain karena memperjuangkan sesuatu yang serius. Saya tidak akan datang dan turun ke jalan jika bukan karena hal yang serius,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Soenoto juga mengingatkan dewan untuk serius dalam mengkaji, serta mendesak eksekutif untuk membatalkan kenaikan pajak PBB secara berlebihan.
“Rakyat diminta untuk memahami perhitungan PBB, padahal bangunan tanah dan rumah bukanlah barang dagangan seperti cabai atau kentang yang akhirnya rakyat menghuni rumah mereka sendiri seolah-olah menyewa ke negara,” terangnya.
Dia justru menilai bahwa dengan kenaikan tarif PBB secara berlebihan, membuat rakyat membayar pajak PBB lebih mahal daripada tinggal di hotel selama setahun.
Sementara itu aktivis pejuang tarif Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Cirebon lainnya juga masih belum puas. Mereka dijadwalkan akan kembali turun ke jalan.