Mempertontonkan Kemiskinan
ANTRE PANJANG: Akademisi Untag Jakarta yang juga mantan anggota DPRD Kota Cirebon, Dr Cecep Suhardiman SH MH menilai pemda lebih senang melihat warga antre panjang, dibandingkan dengan masyarakat mendapatkan sembako murah tanpa harus antre.-DOKUMEN-RADAR CIREBON
CIREBON - Gerakan Pangan Murah (GPM) yang digelar Pemerintah Daerah Kota Cirebon dalam rangka pengendalian inflasi telah selesai digelar.
Namun kegiatan GPM tersebut menuai kritik dari kalangan akademisi.
Akademisi Untag Jakarta, Dr Cecep Suhardiman SH MH menilai bazar pangan murah yang digelar selama ini justru lebih banyak mempertontonkan kemiskinan masyarakat Kota Cirebon.
Cecep mengatakan, antrean panjang hingga warga berdesakan dan menimbulkan kericuhan seperti saat di lapangan Kebon pelok Kelurahan Kalijaga, menunjukkan pemda lebih senang melihat warga antre panjang, dibandingkan dengan masyarakat mendapatkan sembako murah tanpa harus antre.
“Antrean panjang seperti mempertontonkan kemiskinan Kota Cirebon. Pemda Kota Cirebon merasa berhasil menekan inflasi dengan cara membuat warga mengantre panjang,” ujar mantan anggota DPRD Kota Cirebon tersebut.
Mestinya, kata Cecep, kalau memang ingin menekan inflasi, pemda tetap bisa menggelar bazar murah dengan cara dibagi habis per RW.
Tujuannya supaya warga tidak antre dan tidak jauh.
Bazar murah selama ini merupakan model untuk mempertontonkan kesulitan warga seperti era orde lama, ngantre beras.
“Saya menyarankan bazar murah tempatnya di masing-masing RW saja,” usulnya.
Cecep juga menyoroti bazar murah bersubsidi untuk warga Kota Cirebon di Kecamatan Kesambi dan Kecamatan Harjamukti.
Karena menunjukkan kemiskinan ekstrem di Kota Cirebon ternyata masih ada.
Apalagi statistik di tahun 2021 kemiskinan ekstrem 4,4 persen, dan tahun 2023 sebanyak 1,1 persen. Sehingga pemerintah daerah mesti serius menangani kemiskinan ekstrem tersebut.
Apalagi kriteria kemiskinan ekstrem itu dunia internasional. Kemiskinan ekstrem berdasarkan bank dunia adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari hari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (purchasing power parity), atau setara di bawah Rp20.000 per hari atau Rp322.170 per bulan. (abd)