Tingkatan Puasa Dalam Perspektif Al-Ghazali
Ilustrasi--
BACA JUGA:Jalan Dr Cipto MK Diperbaiki, Namun Drainase Tetap Dibiarkan Rusak yang Mengakibatkan Banjir
Di antara hal-hal yang membatalkan pahala puasa anatara lain adalah berbohong, mengghibah, memfitnah, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang lawan jenis dengan syahwat.
Mukmin sejati seharusnya berusaha betul untuk bisa meraih puasa pada tingkatan kedua. Sebaliknya ia harus sebisa mungkin menjaga puasanya agar jangan sampai jatuh pada puasa level pertama.
Jangan sampai ia sudah banyak berkorban dengan rasa lelah dan dahaga tetapi tidak mendapatkan pahala puasa.
Secara makna filosofis hal ini mengajarkan bahwa ibadah puasa harus membuahkan perubahan pada perilaku dan akhlakul karimah. Puasa yang membuahkan perilaku baik dan mencegah perilaku buruk. Jangan sampai puasa dilakukan, tapi memfitnah dan menghibah orang lain terus jalan.
BACA JUGA:M Arif Kurniawan Kembali Jadi Pj Sekda Untuk Tiga Bulan ke Depan, Tidak Ada Pelantikan Lagi
Dan sebaliknya berpuasa haruslah menumbuhkan akhlak terpuji berupa kepedulian terhadap orang yang membutuhkan, berempati kepada sesama.
Imam al-Jurjani dalam Kitabnya, “Hikmatu Tasyri wa Falsafatuh” membagi beberapa hikmah tujuan disyareatkannya berpuasa anatara lain;
pertama, sebagai refleksi syukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga banyaknya.
Kedua, dalam rangka mengendalikan nafsu-nafsu bahimiyah (nafsu kehewanan) yang timbul dari sifat rakus dan tamak diakibatkan dari kejahatan perut.
BACA JUGA:33 Ruas Jalan Kabupaten Cirebon Batal Diperbaiki Tahun Ini, Karena Usulanya Ditolak Pemprov Jabar
Ketiga, dalam rangka mendapatkan kesehatan, karena terbukti bahwa sumber dari segala penyakit adanya di perut. Hal ini telah diperkuat oleh Hadits Nabi,“ Tidak ada wadah yang lebih buruk jika diisi sampai penuh oleh seorang anak Adam kecuali memenuhi perutnya”.
Keempat, dalam rangka melemahkan syahwat seksual yang tidak terkendali, karena hal itu bisa membawa pada perbuatan keji. Kelima, dengan merasakan lapar dan haus diharapkan akan menimbulkan empati dan peduli kepada si miskin.
Sedangkan puasa paling tinggi adalah level ketiga yaitu puasa khususil khusus. Ini adalah puasa kelas VIP.
Pelakunya tidak hanya berpuasa dari makan, minim, seks, tetapi seluruh panca inderanya berpuasa dari dosa, dan sekaligus hati nya juga berpuasa dari segala kehendak hina dan segala pikiran duniawi yang mencegah pelaku untuk tidak memikirkan apa pun selain memikirkan Allah SWT dan bermahabbah kepada-Nya.