Justifikasi Kaum Hawa Makhluk Lemah
ilustrasi-shutterstock-
Oleh: Wariah
HAWA yang tumbuh dari tulang rusuk Adam diturunkan secara terpisah ketika mereka menginjakkan kaki di tanah yang belum bertuan ini. Berkelananya mereka, hingga bertemu kembali.
Kesampingkan iman dan agama. Bagi saya, kisah asal-muasal turunnya manusia ke bumi versi agama samawi ini cukup melukai hati saya sebagai seorang perempuan.
Perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah, terciptanya ia sebagai pelengkap penciptaan laki-laki.
Momok yang diciptakan institusi sebesar agama ini, menurut saya, kemudian menjadi pengaruh besar tentang peran perempuan dalam tatanan masyarakat sekarang.
Di Indonesia, ketimpangan antara laki-laki dan perempuan terlihat jelas. Menurut riset dari The Global Gender Gap Index 2023, Indonesia memiliki skor 0.70 dengan peringkat ke-85 dari 153 negara.
BACA JUGA:Ketok Palu Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2024 Tepat Waktu
Celah ini memang sudah berusaha ditutup dengan berbagai upaya seperti penyetaraan akses pendidikan, kesehatan, juga pembukaan akses untuk partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi.
Namun, data survei yang dilakukan oleh BPS pada Februari lalu menunjukkan, rerata jumlah pendapatan bulanan laki-laki 23% lebih besar ketimbang perempuan.
Angka ini tidak berubah secara signifikan sejak 2020, masih berputar di kisaran 23% saja. Hal itu menunjukkan betapa jelas dan abadi ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan, hingga dalam ranah ekonomi.
Ketimpangan kuasa antara laki-laki dan perempuan juga dapat dilihat dari angka kekerasan pada perempuan yang tinggi di Indonesia. Pada catatan tahunan Komnas Perempuan yang rilis bulan Maret 2022, angka kekerasan seksual pada perempuan meningkat sebanyak 792% dalam 12 tahun terakhir.
BACA JUGA:Polsek Lohbener Gagalkan Tawuran Pelajar, Amankan 22 Siswa SMP dan Sita Senjata Tajam
Sementara, menurut survei BPS di tahun 2022, sebanyak 3 dari 10 perempuan pernah mengalami kekerasan seksual. Pada 2023, sebuah studi dari perusahaan asal Singapura juga menobatkan Indonesia sebagai negara paling tidak aman kedua untuk perempuan di wilayah Asia Pasifik.
Perempuan, sebagai tokoh utama yang paling terdampak dari ketimpangan-ketimpangan ini, tentunya sudah melakukan berbagai upaya untuk melindungi dan memperjuangkan kesetaraan haknya.
Di sosial media, sering kita jumpai berbagai kampanye yang menyuarakan betapa pentingnya isu ini. Bentuknya mulai dari poster, tagar, sampai penyelenggaraan seminar.
Organisasi pemberdayaan perempuan juga marak muncul, dari skala universitas hingga nasional. Sementara, ketika upaya-upaya untuk mengentaskan ketimpangan ini gencar dilakukan, masih ada perempuan-perempuan yang justru 'membuyarkan' perjuangan kaumnya sendiri.