Pemilu dan Masa Depan Jawa Barat
Ilustrasi--
Dalam perspektif kebijakan kewilayahan nasional, provinsi ini ditopang oleh berbagai inisiatif kebijakan pengembangan kewilayahan seperti Kawasan Metropolitan Bodebekpunjur, Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, Kawasan Rebana, dan Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan, yang masing-masing setidaknya mewakili pembangunan Jawa Barat di wilayah Barat, Tengah, Utara, dan Selatan.
Sedangkan di tingkat kebijakan provinsi, telah ditetapkan keberadaan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) antara lain mencakup Kawasan Bandung Utara, Sukabumi Bagian Selatan, Patimban (Kab. Subang), Kertajati Aerocity (Kab. Majalengka), dan Mundu-Losari (Kab. Cirebon), yang masing-masing memiliki kekhasan, karakteristik, serta dinamika berbeda, yang memerlukan intervensi khusus dalam pengembangannya.
BACA JUGA:Profil Akram Afif, Bintang Kemenangan Qatar di Final Piala Asia 2023
KAPASITAS NEGARA
Penuntasan tantangan-tantangan tersebut memerlukan kehadiran pemimpin dengan kualitas yang mencerminkan kombinasi yang presisi antara pengalaman teknokratik dan praksis politik.
Prasyarat tersebut menjadi penting karena merekalah yang diberikan mandat untuk memperkuat kapasitas negara (state capacity)— melalui kapasitas menarik sumberdaya, kapasitas melakukan implementasi kebijakan, dan kapasitas regulatori-produktif (Tilly, 1985)—guna menghadirkan “negara” di tengah masyarakat untuk menyelenggarakan pemenuhan barang publik (public goods) dan pelayanan publik.
Kuatnya kapasitas negara hingga ke level pemerintahan daerah tidak berarti menghadirkan negara dalam bentuk mencengkram layaknya mekanisme panoptikon yang menjadi pengawas masyarakat, namun diarahkan untuk mencapai dua hal mendasar dalam praktik demokrasi yang sehat.
Sebagaimana mengutip Yudi Latif (2017), yakni meraih legitimasi dari masyarakat atas berbagai langkah dan kebijakan yang dihasilkan negara, dan menciptakan efisiensi dalam menjawab tantangan serta menemukan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan publik.
BACA JUGA:Hasil Yordania vs Qatar
Pada titik tersebut, legitimasi menjadi krusial karena sebetulnya aspek tersebut menjadi dasar bagi negara untuk melakukan berbagai hal di tengah masyarakat. Semakin negara dapat berkinerja sejalan dengan harapan publik, maka legitimasi negara di mata masyarakat akan menguat.
Tingginya approval rating akan diraih secara alamiah; bukan rekayasa ataupun pengondisian masyarakat sebelumnya. Namun, jika ketimpangan dan pelanggaran yang dipertontonkan, justru akan mengganggu perasaan masyarakat akan keadilan serta kesejahteraan, yang sedikit-banyak menggerus legitimasi, bahkan pada titik paling ekstrem, memicu disintegrasi bangsa (Ruhyanto, 2021).
Pada akhirnya, Pilkada menjadi defining moment yang menentukan siapa saja nakhoda dan punggawa eksekutif-legislatif yang akan membawa kapal pembangunan pada tujuannya dalam memajukan kesejahteraan umum.
Sudah seyogyanya bagi kita, warga Jawa Barat, memanfaatkan hak pilih yang ada secara cermat lagi hati-hati, tak lain untuk masa depan Jawa Barat. (*)
Penulis adalah Analis Kebijakan dan Anggota Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI)