Etik Teknologi
Ilustrasi--
Karena dalam konteks pembahasan agama banyak orang yang sudah melupakan bahwa pengetahuan terkait agama tidak hanya cukup diperoleh melalui ceramah-ceramah pengajian, video dakwah di YouTube atau hanya sekadar browsing di google saja.
BACA JUGA:Petani Cabai Heran, Harga di Pasar Rp30 Ribu Per Kg, Kok di Petani Hanya Rp13 Ribu Per Kg
Tentunya orang-orang yang pantas dan memiliki kapabilitas berbicara terkait agama ialah mereka yang benar-benar menempuh pendidikan di Pesantren yang kita tahu sebagai pusat pendidikan Agama Islam, bukan mereka yang hanya mendapatkan secuil ilmu melalui video-video ceramah atau browsing di google saja.
Fenomena hijrah yang sekarang ini telah menjamur di Indonesia juga harus tetap menjadi perhatian bagi kita semua.
Tidak ada yang salah dalam hijrahnya, karena perubahan seseorang menjadi lebih baik itu harus kita dukung, namun menjadikan seseorang yang baru hijrah menjadi penceramah pada suatu pengajian kemudian disebarkan secara masif melalui sosial media itu yang kurang tepat.
Karena pada dasarnya orang-orang yang hijrah adalah mereka yang baru mengenal agama, baru memulai untuk memperdalam agama. Seharusnya merekalah yang menjadi objek dari sebuah dakwah bukan sebaliknya.
BACA JUGA:Akibat Banjir, 50 Ha Sawah di Desa Pranggong Terancam Gagal Tanam
Berbicara tentang agama bukan soal siapa yang pandai retorika saja, tapi keilmuan terkait agama juga harus menjadi persoalan yang harus diutamakan.
Bagaimana jadinya jika hal ini terus terjadi di sekitar kita? tentunya masyarakat awam akan mendapatkan pengetahuan agama dari mereka yang tidak berkompeten dalam bidangnya.
Di era society 5.0 ini banyak orang yang mendadak ahli agama. Mengomentari persoalan agama melalui sosial medianya.
Mengeluarkan dalil-dalil yang diperoleh dari hasil unduhan, sumber rujukan didapatkan dari penggalan-penggalan video ceramah atau memahami dalil Alquran dan Hadis secara mentah-mentah.
BACA JUGA:Seleksi Ketat ASN yang Dipindahkan ke IKN
Bagaimana mungkin santri-santri yang sudah menempuh pendidikan selama 10 tahun di Pesantren bahkan lebih, dapat tersaingi dengan orang-orang yang belajar agamanya hanya melalui penggalan video saja.
Maka hal ini menjadi tantangan bagi para santri untuk bisa mengikuti perkembangan zaman, di mana sosial media menjadi rujukan semua orang dalam menambah sedikit ilmu pengetahuan, berinovasi untuk bisa berdakwah melalui sosial media sehingga masyarakat awam dapat tercerahkan oleh ilmu yang mereka sampaikan. (*)
Penulis adalah Pengurus PKK Desa Wanantara Indramayu