Memaknai Paradoks Demokrasi

Ilustrasi demokrasi.-istimewa-

Oleh: Syarifuddin*

INDONESIA masyhur disebut sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dunia. Hal ini konon menjadi bekal yang cukup untuk menjadikan Indonesia terhindar dari rezim autokrasi (pemerintahan dengan kekuasaan mutlak pada diri seseorang; kediktatoran). 

Menariknya, dalam laporan Democracy Index 2023: Age of Conflict yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia berada di peringkat ke-56 dengan skor 6,53. Angka tersebut turun dua tingkat dari tahun 2022 (6,71). 

Pengukuran indeks demokrasi dari EIU meliputi lima dimensi. Yaitu proses pemilu dan pluralisme, keberfungsian pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil.

BACA JUGA:Disdukcapil Tunggu Hibah Blangko E-KTP

Skor tersebut menempatkan demokrasi Indonesia masuk dalam kategori cacat (flawed democracy). Data dari Freedom House juga menunjukkan bahwa nilai indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 pada tahun 2019 menjadi 57 pada tahun 2024.

Banyak tafsir ihwal faktor dan dampak dari penurunan indeks demokrasi Indonesia. Ada yang bicara soal melemahnya fungsi oposisi di parlemen, tidak adanya supremasi hukum, hingga terancamnya kebebasan pers.

Di sisi lain, mungkinkah diskusi tentang demokrasi tidak dilihat secara hegemoni yang pada akhirnya menutup hadirnya gagasan-gagasan alternatif tentang konsep, praktik, dan kritik terhadap demokrasi itu sendiri.

DEMOKRASI; ANTARA KESELARASAN DAN PARADOKS

BACA JUGA:Pemkab Cirebon Lengkapi Syarat Bantuan Infrastruktur TPA Kubangdeleg

Klaim Indonesia sebagai negara demokratis tampaknya hanya akan menjadi kejemawaan apabila demokrasi hanya dilihat berdasarkan pelaksanaan pemilu. Jauh di atas itu, demokrasi adalah tentang budaya politik.

Budaya politik yang produktif sejatinya adalah faktor penting dalam menciptakan legitimasi dan keberlanjutan demokrasi. Lawan terberat demokrasi adalah apatisme dan partisipasi pasif masyarakat.

Apatisme dan partisipasi pasif hanya akan menempatkan masyarakat sebagai “objek pembelahan” dalam polarisasi politik.

Kita semua telah mafhum bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan tertinggi kepada rakyat.

Tag
Share