Build Back Bitter

ilustrasi-istimewa-
Oleh: Norma Andina Gumanti*
JUDUL tulisan ini seharusnya Build Back Better yang berarti membangun kembali lebih baik.
Pada tahun 2017, United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) menerbitkan pedoman pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi pascabencana.
Pedoman ini merupakan uraian lebih lanjut dari Kerangka Sendai mengenai Pengurangan Risiko Bencana yang berlaku sejak tahun 2015 hingga 2030 mendatang.
BACA JUGA:Tiga Negara Didiskualifikasi dari Kualifikasi Piala Dunia 2026
Dalam pedoman tersebut tertulis bahwa proses pemulihan pascabencana merupakan fase yang paling kompleks dalam manajemen bencana di suatu daerah atau bahkan tingkat negara.
Fase ini melibatkan sejumlah pihak dari berbagai macam kalangan yang bertujuan untuk merancang dan melaksanakan proses pemulihan tersebut (baik rehabilitasi dan rekonstruksi fisik).
Tujuannya adalah memberikan dampak terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat secara jangka panjang.
Maka poin pentingnya adalah pembangunan secara fisik yang tahan bencana dan juga berkelanjutan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.
BACA JUGA:Tugas Berat Raja Skotlandia
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi ini membutuhkan waktu yang tidak singkat. Misalnya hunian tetap bagi penyintas bencana gempabumi di Kabupaten Cianjur.
Dikutip dari Antaranews, Kementrian Pekerjaan Umum melakukan pembangunan hunian tetap untuk relokasi penduduk terdampak gempabumi. Upaya ini dilakukan secara bertahap dimulai dari tahap I sejumlah 200 unit, tahap II 151 unit, dan tahap III sejumlah 190 unit.
Setiap unitnya diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar 150 juta rupiah, maka secara total dibutuhkan kurang lebih 81 miliar rupiah untuk proses rekonstruksi tersebut.
Disadur melalui detik.com, Direktur Jenderal Perumahan Kementrian PU pada saat itu mengatakan bahwa hunian tetap tersebut dibangun dengan teknologi Rumah Sistem Panel Instan (Ruspin) yang merupakan hunian tahan gempa, sehingga bisa meminimalisir kerawanan yang diakibatkan bencana alam.