Pejabat Naik Transportasi Umum: Kesadaran atau Sekadar Gimik?

Ilustrasi angkutan umum.-seno dwi priyanto-radar cirebon

*Oleh: Adi Junadi

DI era modern, transparansi dan kedekatan pejabat dengan rakyat menjadi tuntutan utama dalam demokrasi.

Salah satu langkah yang kerap didorong adalah penggunaan transportasi umum oleh pejabat sebagai wujud empati terhadap masyarakat dan efisiensi anggaran. 

Namun, apakah langkah ini benar-benar berdampak nyata atau hanya menjadi tren sesaat tanpa kebijakan konkret?

BACA JUGA:CBP Rupiah dan Pelindungan Konsumen

Menurut John P. Kotter (1996), perubahan yang bertahan dalam institusi publik harus didukung oleh strategi yang berkelanjutan dan bukan sekadar tindakan simbolis yang bersifat sementara.

BELAJAR DARI PEJABAT DI NEGARA LAIN

Di beberapa negara maju, penggunaan transportasi umum oleh pejabat bukanlah hal baru. Di Swedia, misalnya, para pejabat tidak diberikan fasilitas mobil dinas atau sopir pribadi, sehingga mereka bepergian dengan transportasi publik seperti warga biasa. Hal ini mencerminkan budaya kesetaraan dan transparansi dalam penggunaan anggaran negara. 

Profesor Bo Rothstein, pakar kebijakan publik dari University of Gothenburg, menyatakan bahwa keterlibatan pejabat dalam layanan publik, seperti transportasi umum, berkontribusi terhadap peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

BACA JUGA:Imbau Waspadai Tindak Kejahatan

Rahm Emanuel, mantan Wali Kota Chicago yang kini menjabat sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Jepang, juga lebih memilih menggunakan transportasi umum untuk perjalanan dinas maupun sehari-hari.

Menurut laporan Bloomberg (2022), Emanuel secara aktif menggunakan transportasi publik dalam tugas resminya di Jepang, dan antusiasmenya terhadap kereta api Jepang telah menarik perhatian positif dari penggemar kereta lokal (Bloomberg, 2022). 

Langkah ini bukan hanya menunjukkan komitmen terhadap efisiensi, tetapi juga mendekatkan pejabat dengan realitas yang dihadapi warganya.

Hal ini sejalan dengan teori kepemimpinan transformasional dari James MacGregor Burns (1978), yang menekankan bahwa pemimpin harus mengalami secara langsung tantangan yang dihadapi masyarakat untuk menciptakan perubahan yang berarti.

Tag
Share