Hambat Kemajuan Jabar

MAJALENGKA – Wacana Walikota Bandung terpilih, Farhan, yang hendak mereaktivasi Bandara Husein Sastranegara Bandung, menuai kritik.
Hal ini dianggap dapat menghambat pemerataan kemajuan daerah di Jabar.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Majalengka (Unma), L Suparto LM SE MSi, memberikan analisis terkait rencana pengoperasian kembali Bandara Husein Sastranegara Bandung.
Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya berdampak negatif terhadap Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, tetapi juga berpotensi melemahkan upaya pengembangan ekonomi regional Jawa Barat secara keseluruhan.
BACA JUGA:Kober Mitra Asih Mendapat Jatah MBG
“Secara umum, membuka kembali Husein akan merugikan BIJB Kertajati, yang merupakan bagian penting dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Bandara Kertajati dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa Barat secara lebih merata, sementara Bandara Husein hanya memberikan dampak ekonomi yang terbatas pada Kota dan Kabupaten Bandung saja,” katanya.
Suparto, saat ditemui awak media di kampus Universitas Majalengka, menegaskan bahwa BIJB memiliki potensi yang jauh lebih besar dibandingkan Bandara Husein.
Dengan lokasi strategis di Kabupaten Majalengka, BIJB tidak hanya melayani kawasan Bandung Raya, tetapi juga berperan sebagai penggerak ekonomi di wilayah Cirebon, Indramayu, Subang, Kuningan, hingga daerah Pantura Jawa Barat lainnya.
“Jika BIJB dapat beroperasi secara optimal, efek dominonya akan terasa di berbagai sektor ekonomi. Infrastruktur pendukung akan terbangun, lapangan kerja bertambah, dan potensi kawasan baru seperti Aerocity akan berkembang. Sebaliknya, Husein hanya memberikan manfaat terbatas pada Bandung dan sekitarnya, sementara daerah lain tidak mendapatkan efek yang signifikan,” beber Suparto.
BACA JUGA:Kasus Pasar Cigasong, INA Divonis 4 Tahun
Sebagai perbandingan, ia menyebut contoh sukses Bandara Internasional Lombok yang awalnya berada di Mataram. Setelah dipindahkan ke Lombok Tengah, dampak ekonomi yang dirasakan jauh lebih besar, dengan lahirnya kawasan Mandalika sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Hal serupa, menurutnya, dapat terjadi di Majalengka jika BIJB dioptimalkan.
Suparto mengkritisi rencana reaktivasi Husein dengan mempertanyakan logika ekonomi di balik kebijakan tersebut.
“Provinsi Jawa Barat memiliki saham terbesar di BIJB. Kalau Husein diaktifkan kembali, apa manfaatnya untuk provinsi? Ini justru akan mengurangi return investasi BIJB dan menimbulkan persaingan internal yang tidak sehat,” ungkapnya.