Bunga untuk Bangkai Kapal RI Gajah Mada Pimpinan Kapten Samadikun

DOKUMEN PENTING: Foto Kapal RI Gajah Mada yang dipimpin Kapten Samadikun. DOK TNI AL-IST-RADAR CIREBON
CIREBON – Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) tidak akan mengangkat wreck ship atau bangkai Kapal RI (KRI) Gajah Mada yang dipimpin Kapten Samadikun ke darat, dengan tujuan menjaga nilai sejarah. Hal tersebut diungkapkan Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Erwin S Aldedharma saat menggelar jumpa pers di Pelabuhan Kejawanan, Kota Cirebon, Senin (20/1).
“Kami menganggap, Kapal RI Gajah Mada yang tenggelam itu salah satu artefak sejarah yang sebaiknya tetap berada di bawah laut. Sehingga, sejarah itu tetap abadi, dengan bukti yang ada,” ungkapnya.
Wakasal menyebut, TNI AL memastikan bahwa kapal yang tenggelam di perairan adalah Kapal RI Gajah Mada. Itu setelah melakukan penyelaman, dipastikan kapal yang tenggelam itu adalah RI Gajah Mada yang mempunyai kode lambung GM.
“Nah, selama ini, ada yang menyebutkan kode lambung 408. Sudah kita pastikan, yang tenggelam di sini (perairan Cirebon) adalah yang kode lambung GM,” ujarnya.
Dijelaskan Wakasal, sebanyak 46 penyelam gabungan melakukan penyelaman di lokasi tenggelamnya Kapal RI Gajah Mada. Penyelam ini adalah gabungan dari TNI, Polri, masyarakat sekitar, dan juga dari penggemar olahraga menyelam. “Bahkan, dari 46 orang penyelam tersebut, salah satunya adalah perempuan,” jelas dia.
Menurut jenderal bintang tiga ini, ke-46 penyelam yang diturunkan ke dasar laut, untuk meletakkan karangan bunga di sekitar bangkai Kapal RI Gajah Mada. “Didalam laut kita letakan karangan bunga dalam rangka peringati Hari Dharma Samudera, dengan menerjunkan 46 penyelam dari berbagai instansi,” terangnya.
Ya, dalam rangkaian Hari Dharma Samudera Tahun 2025, TNI AL menggelar penyelaman wreck ship KRI Gajah Mada di laut Cirebon dan Joy Sailing. Kegiatan tersebut dihadiri langsung Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Erwin S Aldedharma, di Dermaga Pelita Pelabuhan Cirebon.
Penyelaman sejarah atau Historical Dive dan peserta Joy Sailing tersebut dilepas oleh Wakasal beserta Penjabat (Pj) Walikota Cirebon Drs H Agus Mulyadi di Dermaga Pelita Pelabuhan Cirebon, Senin (20/1).
Para penyelaman wrec kship KRI Gajah Mada dan Joy Sailing, bertolak dari Dermaga Pelita Pelabuhan Cirebon menuju titik tenggelamnya kapal KRI Gajah Mada yang berjarak 3 mil laut dari bibir Pelabuhan Cirebon, menggunakan KRI Barracuda dan KRI Kapitan Pattimura.
Sebelum pelepasan, Wakasal Laksamana Madya (Laksdya) TNI Erwin S Aldedharma menyematkan brevet selam kepada Pj Walikota Cirebon Drs H Agus Mulyadi, Ketua DPRD Cirebon Andre Sulistyo, Danlanud Sugiri Sukani Mayor (Pnb) Fanana Dewi Djakana Putri, Komandan Batalyon Arhanud 14/ PWY Mayor Arh Hafda Prima Agung, serta Kasatpol Airud Polres Kota.
“Sejak masa revolusi masa revolusi kemerdekaan, Cirebon memiliki peran penting dalam sejarah Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Sejarah mencatat, ALRI Pangkalan III Cirebon mampu membangun sebuah eskader yang terdiri dari kapal-kapal bertonase ringan dengan dilengkapi senapan mesin sebagai senjatanya. Tidak hanya itu, ALRI Cirebon mengawali tradisi penomoran dan penamaan kapal perang, serta penetapan flag ship, yaitu kapal Gadjah Mada,” ungkap Wakasal Erwin kepada para wartawan di sela kegiatan.
Dari aspek operasional, Wakasal mengatakan, ALRI Cirebon mampu melaksanakan operasi laut dan melaksanakan tiga peran universal angkatan laut secara mengesankan. Hal ini ditunjukkan dalam pengamanan diplomasi beras pemerintah RI yang akan dikirim ke India pada tahun 1946. Juga melaksanakan diplomasi Angkatan Laut pada persiapan perundingan Linggarjati pada tahun 1946, yang membuat Inggris dan Belanda mengakui kedaulatan wilayah perairan sejauh 3 mil dari pantai sesuai rezim hukum laut TZMKO saat itu. “Juga mampu menggelar latihan gabungan dengan pasukan darat,” katanya.
Erwin menyebut, puncak peran militer ALRI Cirebon diperlihatkan pada awal tahun 1947. Kapal-kapal ALRI mampu bermanuver, mengepung dan mengusir kapal korvet Belanda, HRMS Morotai pada tanggal 3 Januari 1947 dari perairan Cirebon. Bala bantuan kapal Angkatan Laut Belanda yang berupa destroyer HRMS kortenaer pun, dihadang oleh eskader pimpinan Kapal Gajah Mada yang berujung pada Pertempuran Teluk Cirebon 5 Januari 1947.