Oleh: Agung Sedijono*
HARI Selasa-Kamis Tanggal 27-29 Agustus 2024 telah dibuka pendaftaran peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Khusus untuk Kota Cirebon, per hari Rabu 28 Agustus 2024 kemarin telah dipublis siapa-siapa yang akan menjadi peserta kontestasi Pilkada 2024.
Paling lambat tanggal 29 Agustus 2024 akan terungkap siapa saja para peserta yang dipastikan ikut berlaga dalam pesta demokrasi itu.
BACA JUGA:Ayu-Solichin Deal! Tersisa Golkar dan PKB, Mau Bergabung atau Bikin Poros Baru?
Dalam suatu kesempatan ngobrol santai bersama banyak teman, ada sebuah pertanyaan yang terlontar: “memang jadi wali kota itu apa enaknya sih?”
Pertanyaan ini tidak boleh dianggap enteng. Dan jawabanya pun tentu tidak boleh ngasal. Semuanya perlu dijawab dengan bijak. Tak terkecuali, artikel saya setidaknya dapat dijadikan referensi untuk menjawab pertanyaan tadi.
Kalau boleh jujur, perkara enak atau tidak enak sangat tergantung dari sudut pandang. Bagi yang nglakoni mungkin saja amat sangat enak sekali.
Buktinya semua tetekbengek telah mereka persiapkan hingga akhirnya harus bertemu dengan momen pendaftaran peserta.
BACA JUGA:Pelindo Regional 2 Cirebon Beri Bea Siswa Kepada Anak Petugas Cleaning Service dan Security
Akan tetapi bagi yang tidak nglakoni bisa jadi berpendapat lain, membuat ribetlah, buang-buang duit lah, atau bahkan ada yang bilang EGP. Semua itu sah-sah saja, tidak ada pendapat yang mutlak benar atau salah.
Kembali ke judul artikel ini, biarpun teman saya bertanya tentang wali kota, tapi saya lebih condong ke istilah Kepala Daerah (KDH). Karena bisa tertuju pada jabatan wali kota atau bupati.
Berbekal hasil pengamatan saya selama bertahun-tahun terhadap kisah siapapun yang menjadi KDH, dengan segala potensi yang dimiliki, yang semula sendiri, lalu mencari pasangan, dan kemudian harus berkompetisi hingga akhirnya pasangan itu menjadi pemenang.
Mencermati rangkaian panjang yang harus mereka jalani, saya mencoba menyajikan cerita jalan datar dan terjal, yang pada kenyataannya telah mengantarkan hingga bisa duduk di singgasana sebagai KDH, dan akhirnya pun harus berhenti juga dari jabatan yang telah mengangkat harkat dan martabatnya itu.
BACA JUGA:Open Farm Wisata Petik Melon Sendiri di UPTD Kantor Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian Ciawigebang