Oleh: Mursyid Setiawan*
PENEGAKAN hukum di Indonesia akhir-akhir ini dipenuhi aroma ketidakadilan. Bahkan telah terjadi paradoks dalam proses penegakan hukum di negeri ini.
Orang yang tidak bersalah tiba-tiba dituduh berbuat kejahatan. Sebaliknya, orang yang jelas-jelas melakukan tindak kejahatan justru dibebaskan atas semua tuduhan.
Korban salah tangkap Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Eky dan Vina dan vonis bebas dari Pengadilan Negeri Surabaya terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti telah menjadi preseden.
BACA JUGA:Mahasiswa IPB University Panen Sayuran Hidroponik Bareng Warga Pasawahan
Kedua kasus tersebut telah mengoyak nurani keadilan masyarakat. Ketidakpercayaan terhadap lembaga penegak hukum muncul sebagai ekses buruknya. Pilar-pilar penegakan hukum seketika runtuh akibat hilangnya nurani keadilan.
Masyarakat pun mengalami kebingungan ke mana lagi ia akan mencari keadilan. Sebab para penegak hukumnya dirasa jauh dari prinsip keadilan.
Padahal semestinya proses penegakan hukum di Indonesia harus menjadi ruang bagi warga negara untuk menemukan keadilan yang hakiki, mengungkap suatu yang salah, dan menemukan kebenaran atas suatu perkara. Bukan sebaliknya, menghukum yang benar dan membebaskan yang salah.
Kekosongan substansial akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan hukum ini telah menciptakan ruang hampa dalam proses penegakan hukum.
BACA JUGA:Diskopdagperin Rayakan Puncak Hari Koperasi
Dalam perspektif Gustav Radbruch (1946) terdapat tiga nilai utama yang menjadi tujuan hukum yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum. Ketiga nilai ini sejatinya menjadi landasan dalam proses penegakan hukum.
Hukum ada tidak semata-mata hanya untuk ditegakkan demi terwujudnya kepastian hukum, tetapi juga untuk menegakkan keadilan.
Menegakkan hukum tidak berarti hanya menegakkan undang-undang. Sebab para aparat penegak hukum bukanlah corong undang-undang. Sebaliknya, aparat penegak hukum merupakan corong keadilan bagi masyarakat.
Moh Mahfud MD (2024) menegaskan bahwa sekarang ini banyak hukum dipandang hanya sebagai bunyi undang-undang.
BACA JUGA:Sekda Dian Pamitan