Perceraian akan lebih dirugikan kepada pihak perempuan karena mereka harus menanggung beban hidup sendirian, mulai dari disudutkan dan sulit untuk mendapatkan pasangan kembali karena dengan alasan janda sudah tidak perawan lagi.
Janda justru merupakan pihak yang seharusnya dilindungi karena merupakan pihak yang rentan, bukannya malah dilabelkan stigma yang memperburuk keadaannya.
Janda juga merupakan manusia biasa yang bisa mengalami gangguan mental hingga depresi karena omongan dan perilaku diskriminasi, sehingga berdampak kesulitan dalam pekerjaan, menjalin hubungan dengan yang baru dan kehidupan sosial.
Menjadi seorang janda pastilah tidak mudah harus tetap bertahan untuk dirinya dan anak-anaknya tanpa seorang laki-laki yang melindunginya.
BACA JUGA:Promo Menarik dari Indibiz untuk Pelaku Usaha
Janda tidak layak untuk menikah kembali karena sebagian masyarakat beranggapan bahwa perempuan yang sudah pernah berumah dianggap gagal dalam membina rumah tangga sebelumnya.
Menjadi seorang janda bukanlah keinginan maupun harapan seorang perempuan dan tidak ada satupun orang menginginkan status janda.
Janda juga manusia yang membutuhkan cinta kasih sayang, dukungan emosional, teman yang bisa dipercaya maupun diajak cerita dan juga ingin mendapatkan rasa aman dari suaminya sendiri.
Harga diri seorang perempuan selalu dinilai dari keperawanannya adalah ekspetasi dari masyarakat sehingga ia selalu mendapatkan perlakuan diskriminasi.
BACA JUGA:Telkom Jawa Barat Beri Bantuan UKM
Pandangan ini didasari anggapan bahwa keperawanan perempuan adalah suatu kehormatan dan perempuan yang kehilangan keperawanannya akan dianggap tidak berharga sebagai perempuan.
Padahal esensi perempuan jauh lebih luas dari sekedar keperawanannya. Perempuan memiliki banyak nilai lain yang jauh lebih penting dibanding keperawanannya seperti bagaimana perilakunya, bagaimana cara dia mengambil sikap dan bertindak, bakatnya dan keterampilannya.
Seringkali anggapan tentang sesuatu tanpa harus membuktikannya terlebih dahulu alias praduga adalah kebiasan masyarakat. Dan salah satunya pernyatan tidak becus.
Mengurus rumah tangga dan anak merupakan kewajiban kedua belah pihak suami dan istri, bukan hanya pihak istri saja.
BACA JUGA:Dimenangkan Warga Mundu Pesisir, Nasabah Pertama Tabungan Ciremaiku
Hal ini secara tidak sadar terjadinya patriarki, di mana patriarki ialah sistem yang tidak adil dan merugikan banyak pihak, terutama perempuan yang harus bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan anak, sedangkan laki-laki tidak.