Praktik Konstitusi di Lapangan

Senin 08 Jul 2024 - 18:04 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Oleh: Ami Supriyanti* 

DUA bulan belakangan, untuk kesekian kalinya saya mendengar percakapan di antara orang-orang tua dan kelompok anak muda di sejumlah tempat berbeda mengenai pemilihan walikota. Mereka berasumsi bahwa kandidat A atau B atau C yang bakal terpilih. 

Kendati asumsi mereka berbeda, dasar pernyataan mereka sama: para kandidat memiliki uang bertumpuk-tumpuk.

Pendapat umum warga mengenai hubungan potensial terpilihnya si kandidat dan harta yang ia miliki kemungkinan berpijak pada pengalaman atau kesaksian mereka mengenai praktik politik uang setiap kali pemilihan umum digelar. 

BACA JUGA:Spirit Tahun Baru Hijriah

Politik uang adalah praktik pembelian suara pemilih yang dilakukan oleh peserta pemilu, tim sukses, atau partai politik. Politik uang ini tampaknya kian tahun ke tahun menjadi bagian yang inheren.

Saya mengikuti pemilihan umum sejak tahun 2008 dan praktik politik uang pada masa itu disebut “serangan fajar”. 

“Serangan fajar “ini bentuknya bisa berupa pemberian sembako atau uang tunai.  Saya tidak tahu berapa jumlah kisaran uang diberikan kala itu.

Pada pemilihan umum tahun 2013, nominal uang tunai sebagai bentuk “serangan fajar” berkisar 50-100 ribu rupiah, tahun 2018 meningkat menjadi 100-250 ribu rupiah, dan tahun 2024 berkisar antara 300-500 ribu rupiah.

BACA JUGA:Empat Atap Ruang SD Ambruk

Ada rumor yang saya dapatkan dari suatu perbincangan antara bapak-bapak bahwa si kandidat walikota tahun ini siap membeli suara dengan nominal 500-1 juta rupiah.

Kalau benar sudah begini nantinya, kawan-kawan saya yang hanya bekerja sebagai pedagang buku, seniman, dan pekerja lepas yang bercita-cita menjadi kepala daerah atau anggota dewan perwakilan rakyat mesti mengubur impiannya.

Jangankan membeli suara, membayar parkir sebesar 2 ribu rupiah pun mereka berpikir. Sebetulnya sudah ada hukum yang telah ditetapkan untuk mencegah praktik politik uang, Undang-Undang tentang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 misalnya.

Aturan ini secara tegas memberikan sanksi pidana kepada pemberi maupun penerima. Akan tetapi, laporan dugaan praktik politik uang yang ada biasanya sulit dibuktikan oleh Bawaslu dan para penegak hukum.

BACA JUGA:Curhat Warga saat Pemilu Awal: Tolong Perbaiki Jalan dan Benahi PPDB

Tags :
Kategori :

Terkait