BACA JUGA:Polwan Polresta Cirebon bagi Takjil Yang Dimasak Sendiri
Penanaman nilai-nilai moral dan agama bisa dimulai dengan hal-hal yang sederhana. Seperti saling berbagi mainan/ makanan dengan teman.
Dengan demikian, penanaman nilai-nilai moral dan agama pada anak usia dini dapat dilakukan secara efektif dan berkesinambungan.
Diperlukan pendekatan baru untuk mengatasi masalah perundungan yang lebih efektif. Salah satu caranya adalah, dengan mengimplementasikan program anti-bullying yang melibatkan semua pihak.
Ini termasuk melibatkan siswa, guru, orang tua, dan pihak sekolah. Program ini harus didesain dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang memicu terjadinya perundungan.
BACA JUGA:Berburu Pahal Lailatul Qadar dengan Iktikaf di Sepuluh Malam Terakhir Ramadan
Seperti kurangnya rasa empati, rendahnya harga diri, dan pengaruh media sosial. Selain itu, sangat penting untuk membangun budaya pelaporan yang aman dan nyaman bagi korban perundungan.
Korban perundungan harus didorong untuk berani melaporkan kejadian tersebut tanpa rasa takut akan stigma, atau balasan dari pelaku.
Bullying merupakan luka yang sulit sembuh dan membutuhkan pendekatan yang baru. Pendidikan moral dan agama sejak usia dini, program anti-bullying yang komprehensif, serta menciptakan budaya pelaporan yang aman adalah kunci utama dalam memerangi bullying.
Ini sekaligus menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif bagi semua pihak.
BACA JUGA:Warga Binaan Semangat Baca Alquran di Lapas Kelas 1 Cirebon
Opini ini tidak hanya berhenti pada analisis dan kritik. Tetapi juga menawarkan solusi konkret untuk mengatasi perundungan.
Dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, perundungan dapat dibasmi. Sehingga generasi penerus bangsa dapat tumbuh kembang dengan karakter yang mulia dan berakhlakul karimah.
Karena itu, kejadian perundungan merupakan sebuah pengingat, bahwa pendidikan moral dan agama tidak boleh diabaikan.
Dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kasih sayang sejak dini, kita dapat membangun bangsa yang berbudi luhur dan bebas perundungan bagi generasi penerus. (*)
Penulis adalah Pengurus PAC Fatayat NU Astanajapura