Karenanya kerap kita lihat fenomena sosiologis, walaupun pada bulan puasa masih sering terjadi orang bertengkar dengan sesama, saling fitnah dan adu domba.
Kenakalan remaja masih terjadi, tindak kriminal malah cenderung meningkat menjelang idul fitri. ketidak-jujuran dan penyelewengan marak terjadi, rumah yang ditinggal pemiliknya saat sholat taraweih malah diunggahi maling, dan banyak lagi.
Padahal katanya bulan puasa semua setan dibelenggu. Inilah potret realita sosial yang menggambarkan masyarakat yang berpuasa pada level pertama.
Puasanya bahkan tidak membawa efek apa-apa. Sesuai dengan sinyalemen Hadits Rasulullah SAW, “Betapa banyak oarang yang berpuasa yang ia tidak memperoleh hasil dari puasanya itu kecuali hanya rasa lapar dan dahaga.”
BACA JUGA:Musim Pancaroba, DBD di Majalengka Semakin Merajalela
Atau bahkan mungkin masyarakat pada level ini mereka berpuasa pun tidak. Mereka yang di Bulan Puasa, di siang bolong mereka tega nyolong buka dengan makan di warteg yang ditutup kain yang tidak full sampai kebawah yang berakibat deretan kaki sang pencolong itu masih jelas kelihatan.
Atau pada sebagaian dari mereka yang beranggapan karena mereka pekerja kasar seperti pemecah batu, kuli tani, kuli pasar, kuli bangunan, tukang becak dan lain-lain diperbolehkan tidak berpuasa.
Fenomena di atas, dalam Ilmu Sosiologi dikenal adanaya teori Interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolik. mengajarkan bahwa ada sifat khas dari interaksi antar manusia “bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendifinisikan tindakanya”.
Indvidu atau unit-unit tindakan yang terdiri dari atas sekumpulan tertentu, saling menyesuaikan atau saling mencocokan tindakan mereka satu dengan yang lainya melalui proses interpretasi.
BACA JUGA:Kuwu Kawunghilir Bagikan Ratusan Paket Sembako Buat Fakir Miskin dan Jompo
Berkaitan dengan teori ini bagi kalangan yang awwam mereka akan bertingkah laku dengan saling mendefinisikan satu sama lain, mempengaruhi satu sama lain.
Dengan demikian pada komunitas tadi, jika sebagaian besar mereka tidak berpuasa maka sebagain lainnya pun akan terpengaruhi untuk tidak berpuasa.
Tingkatan yang kedua, adalah Puasa khusus. Puasa pada level ini setingkat lebih tinggi dari puasa level pertama. Karena disamping menahan dari tiga hal yang membatalkan puasa juga memelihara seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat atau tercela.
Selain menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa, pada saat yang sama ia juga menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan “pahala” puasa.
BACA JUGA:Jalan Dr Cipto MK Diperbaiki, Namun Drainase Tetap Dibiarkan Rusak yang Mengakibatkan Banjir
Di antara hal-hal yang membatalkan pahala puasa anatara lain adalah berbohong, mengghibah, memfitnah, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang lawan jenis dengan syahwat.