Dr H Iskandar Hasan, seorang akademisi senior dari Universitas Kuningan (Uniku), merespons serius terhadap maraknya isu jual beli suara dalam Pemilu 2024. "Tolong jaga suara rakyat, jangan khianati mereka demi ambisi sesaat. Para penyelenggara harus mengikuti aturan, karena aturan itu dibuat untuk diikuti bukan untuk disiasati dan dicari celah kelemahannya," tegas mantan Rektor Uniku selama dua periode, dengan nada keras, saat ditemui di kantornya, Sekolah Pasca Sarjana Uniku, Kamis (22/2).
Iskandar menekankan bahwa pemilu adalah cara paling beradab untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Agar tujuan ini tercapai, para pelaku yang terlibat di dalamnya, seperti pemerintah, penyelenggara, para kandidat, dan rakyat sendiri, harus menjalankan fungsinya masing-masing dengan penuh tanggung jawab. Menurutnya, demokrasi harus didukung oleh masyarakat yang berintegritas.
"Demokrasi tidak akan bermakna apabila mentalitas culas, curang, dan menghalalkan segala cara masih menghinggapi bangsa kita," tegasnya.
Iskandar membandingkan pelaksanaan demokrasi di negara-negara maju yang berfungsi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh tingkat independensi masyarakat di negara-negara tersebut yang tinggi akibat pendidikan dan pendapatan yang tinggi.
Di sisi lain, di negara ini, menurut Iskandar, mayoritas rakyatnya masih miskin dan berpendidikan rendah, sehingga demokrasi yang terjadi hanya sah dalam prosedur dengan nuansa transaksional yang kuat.
Pada akhirnya, lanjutnya, para pemimpin yang dihasilkan dari proses demokrasi seperti itu bukan karena kapabilitasnya tetapi lebih karena kemampuannya untuk membeli suara rakyat.
"Maka terjadilah proses politik berbiaya tinggi yang menjadi pemicu suburnya perilaku koruptif di negara kita. Jadi demokrasi langsung yang liberalistik ini belum pas untuk diterapkan di Indonesia pada fase ini," kata Iskandar.
Menyoroti turun gunungnya para akademisi dari berbagai perguruan tinggi yang mengkritisi pelaksanaan demokrasi, mantan Ketua Umum ICMI Kabupaten Kuningan ini juga menegaskan, bahwa hal itu tidak perlu dicurigai sebagai gerakan politik.
BACA JUGA:Mobil Off-Road Legendaris Sejak Tahun 70-An, Simak Perjalanan Suzuki Jimny Di Indonesia
Itu murni gerakan moral yang bertujuan baik demi kebaikan bangsa ini. Memang, ketika perjalanan bangsa cenderung bergerak ke arah yang salah, maka para cendekiawan ini memiliki tradisi untuk mengingatkan.
"Apalagi apabila kontrol dari lembaga-lembaga negara yang sebetulnya memiliki tugas untuk mengontrol kekuasaan tidak berfungsi dengan semestinya, sementara masyarakat sipil berada dalam kondisi lemah selemah-lemahnya, maka insan perguruan tinggi harus tampil mengambil peran," pungkas Iskandar. (ags)