CIREBON - Naiknya tagihan pajak huni bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) tahun buku 2024 di Kota Cirebon memicu keberatan dari masyarakat. Untuk menampung aspirasi keberatan dari masyarakat, seharunya dibuka posko pengaduan.
Anggota Komisi I DPRD Kota Cirebon Edi Suripno SIP MSi menyebutkan, dalam melaksanakan kebijakan kenaikan tagihan PBB, Pemkot Cirebon harus melakukan beberapa langkah mendasar kepada masyarakat wajib pajak di Kota Cirebon.
Yang pertama, kata Edi, pemkot harus menyosialisasikan secara masif kebijakan tersebut, ketika ada kenaikan tagihan PBB. Beserta alasan dan faktor apa yang melandasinya.
“Yang kedua, harus ada posko layanan pengaduan kenaikan PBB. Untuk memberi penjelasan dan pelayanan kepada masyarakat yang merasa keberatan dengan kebijakan ini,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut, kemarin.
Langkah lainnya, sambung dia, jika terdapat masyarakat yang merasa keberatan, harus ada prosedur yang bisa ditempuh masyarakat untuk mengajukan keberatan.
“Syukur-Sukur sampai bisa mendapat pengurangan,” katanya.
Menurutnya, dalam penerapan kebijakan PBB-P2, setahu dia ada penerapan terhadap beberapa kluster yang membedakan.
Misalnya, antara jalan protokol dengan non protokol, bahkan dengan yang berlokasi di gang, jelas beda pengenaannya walaupun memikiki luas tanah yang sama.
BACA JUGA:Memasuki Masa Tenang, Bawaslu Beri Peringatan
Kemudian, terkait jenis bangunanya ada pembeda pengenaannya. Antara bangunan permanen dan semi permanen.
Antara bangunan peruntukan tempat usaha dan rumah tinggal, juga jelas berbeda.
Pihaknya juga menyoroti mesti adanya kondisi objek pajak yang mesti terus diupdate secara eksisiting, jika ingin mengejar target PAD dari sektor ini, tanpa membebani dengan menaikan tagihan PBB kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
Misalnya, yang tadinya hanya tanah kosong sekarang sudah ada bangunan berdiri, bangunan yang tadinya semi permanen jadi permanen, rumah biasa tempat tinggal jadi tempat usaha, atau bidang dipecah jadi tempat usaha dan rumah tinggal, da sebagainya. (azs)