CIREBON- Pesantren Literasi dan Pengembangan Diri Gubuk Ilmu Sahabat Fikir (GISAF) Cirebon mengadakan peringatan Hari Santri Nasional 2024. Acara yang berlangsung secara hybrid ini meliputi talkshow dengan tokoh-tokoh inspiratif serta peluncuran majalah digital Dialektika Cendekia (DC).
Kegiatan yang dihadiri ratusan peserta tersebut berjalan dengan meriah dan penuh antusiasme. M. Andi Hakim, Direktur GISAF, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan wujud apresiasi terhadap perjuangan kaum santri dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, GISAF berperan sebagai komunitas epistemik yang berkomitmen untuk memperkuat tradisi keilmuan di kalangan santri. “Kegiatan ini diikuti oleh pengelola GISAF, komunitas Senada Cendekia, mahasiswa UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, dan masyarakat umum,” tukasnya.
Kegiatan diawali dengan peluncuran majalah secara simbolis. Ahmad Yudi Rifai, Pemimpin Redaksi majalah Dialektika Cendekia, menjelaskan bahwa GISAF memiliki beberapa luaran program literasi, termasuk majalah, situs web, dan jurnal ilmiah. Semua media ini, lanjutnya, terbuka bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi dalam kampanye literasi di Indonesia. “Harapannya, publikasi ini dapat menjadi alternatif bacaan yang berkualitas dan berimbang,” tuturnya.
BACA JUGA:RUU Perampasan Aset Diminta Segera Disahkan Pemerintah, KPK: Kebutuhan Mendesak Bangsa
Acara kemudian dilanjutkan dengan talkshow bertema Transformasi Pesantren dalam Era Digital: Meneguhkan Tradisi, Membangun Inovasi untuk Masa Depan, yang menghadirkan dua narasumber utama: Dr. H. Ruchman Basori, M.Ag., Kepala Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan, Sekretariat Jenderal Kemenag RI, dan Dr. Hj. Sari Hernawati, M.Ag., Asisten Direktur I Program Pascasarjana Universitas Wahid Hasyim.
Dr. H. Ruchman Basori, M.Ag., memaparkan peran penting pesantren sebagai model pendidikan khas Indonesia (Indigenous). Menurutnya, pesantren adalah pusat pendidikan agama, pengembangan dakwah, dan pemberdayaan sosial masyarakat, yang harus terus diperkuat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kementerian Agama, katanya, secara konsisten menyediakan program inovasi dan afirmasi untuk mendukung kualitas pesantren, termasuk melalui Dana Abadi Pesantren. “Adaptasi, inovasi, dan digitalisasi perlu terus dilakukan tanpa menghilangkan tradisi dan kearifan lokal pesantren,” ujarnya.
Dr. Hj. Sari Hernawati, M.Ag., menekankan pentingnya pesantren untuk tetap berperan sebagai pusat pendidikan keagamaan, penggerak sosial, dan pengembang teknologi. Menurutnya, dalam era digitalisasi, pesantren perlu menguasai kecakapan-kecakapan penting seperti digitalisasi kurikulum, layanan berbasis teknologi, pengembangan SDM digital, dan kewirausahaan digital, sambil tetap mempertahankan pengajaran kitab klasik dan keteladanan dari Kyai. “Pesantren di masa depan harus mampu melakukan terobosan, seperti optimalisasi teknologi, kurikulum adaptif, dan penjagaan terhadap tradisi,” ungkapnya.
Pemaparan dari para narasumber mendapat tanggapan positif dari peserta. Yusuf, seorang peserta dari Lombok Tengah, menekankan pentingnya pesantren melakukan berbagai inovasi dan adaptasi agar tidak tertinggal dibandingkan dengan model pendidikan lainnya. Senada dengan hal itu, Ifa, peserta dari Lampung, optimistis bahwa pesantren, dengan kekayaan tradisi dan intelektualismenya, mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat pembelajaran. “Namun, keberkahan yang diperoleh langsung dari para Kyai tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh teknologi, karena spiritualisme pesantren adalah inti dari pendidikan Islam,” ungkapnya.
Rifqi Fadhilah, koordinator acara, menyampaikan bahwa GISAF akan terus mengangkat tema-tema penting dalam membangun peradaban keilmuan. Menutup acara, ia menyatakan bahwa GISAF bersama seluruh pengelola dan masyarakat berupaya menjadi bagian dalam melestarikan program literasi dan pengembangan diri melalui berbagai kegiatan yang dihadirkan. “Harapannya, antusiasme masyarakat terus bergerak dalam upaya membangun bangsa,” pungkasnya.